Thursday, August 18, 2011

Apapun yang terjadi, nilai hidup kita tak pernah berkurang sedikitpun juga




Pada suatu ketika, di sebuah taman kecil ada seorang kakek. Di dekat kaket tersebut terdapat beberapa anak yang sedang asyik bermain pasir, membentuk lingkaran. Kakek itu lalu menghampiri mereka, dan berkata:

“Siapa diantara kalian yang mau uang Rp. 50.000!!” Semua anak itu terhenti bermain dan serempak mengacungkan tangan sambil memasang muka manis penuh senyum dan harap. Kakek lalu berkata, “Kakek akan memberikan uang ini, setelah kalian semua melihat ini dulu.”

Kakek tersebut lalu meremas-remas uang itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat. Ia lalu kembali bertanya “Siapa yang masih mau dengan uang ini lusuh ini?” Anak-anak itu tetap bersemangat mengacungkan tangan.

“Tapi,, kalau kakek injak bagaimana? “. Lalu, kakek itu menjatuhkan uang itu ke pasir dan menginjaknya dengan sepatu. Di pijak dan di tekannya dengan keras uang itu hingga kotor. Beberapa saat, Ia lalu mengambil kembali uang itu. Dan kakek kembali bertanya: “Siapa yang masih mau uang ini?”

Tetap saja. Anak-anak itu mengacungkan jari mereka. Bahkan hingga mengundang perhatian setiap orang. Kini hampir semua yang ada di taman itu mengacungkan tangan. :)

***

Sahabat, cerita diatas sangatlah sederhana. Namun kita dapat belajar sesuatu yang sangat berharga dari cerita itu. Apapun yang dilakukan oleh si Kakek, semua anak akan tetap menginginkan uang itu, Kenapa? karena tindakan kakek itu tak akan mengurangi nilai dari uang yang di hadiahkan. Uang itu tetap berharga Rp. 50.000

Sahabat, seringkali, dalam hidup ini, kita merasa lusuh, kotor, tertekan, tidak berarti, terinjak, tak kuasa atas apa yang terjadi pada sekeliling kita, atas segala keputusan yang telah kita ambil, kita merasa rapuh. Kita juga kerap mengeluh atas semua ujian yang di berikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain. Kita merasa di sepelekan, di acuhkan dan tak dipedulikan oleh keluarga, teman, bahkan oleh lingkungan kita.

Namun, percayalah, apapun yang terjadi, atau *bakal terjadi*, kita tak akan pernah kehilangan nilai kita di mata Allah. Bagi-Nya, lusuh, kotor, tertekan, ternoda, selalu ada saat untuk ampunan dan maaf.
Kita tetap tak ternilai di mata Allah.

Nilai dari diri kita, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa yang kita dapat. Nilai diri kita, akan dinilai dari akhlak dan perangai kita. Tingkah laku kita. seberapapun kita diinjak oleh ketidak adilan, kita akan tetap diperebutkan, kalau kita tetap konsisten menjaga sikap kita.

Sahabat, akhlak ialah bunga kehidupan kita. Merupakan seberapa bernilainya manusia. Dengan akhlak, rasa sayang dan senang akan selalu mengikuti kita, dan merupakan modal hidup.

Orang yang tidak mempunyai akhlak, meskipun ia berharta, tidak ada nilainya. Meskipun dia cantik, tapi jika sikapnya buruk dan tiada berakhlak, maka kecantikannya tiada berguna baginya. Begitu pula dengan orang yang berpangkat tinggi, tanpa akhlak, dia menjadi orang yang dibenci.

Dari [resensi.net]

Penderitaan adalah fakta, bukan milikmu atau milik siapapun.

Setiap orang memiliki berbagai bentuk belenggu batin seperti rasa luka, kesedihan, kebencian, kesepian, obsesi, ketidakpuasan, kecemasan, ketakutan, kelekatan, kesepian, kemarahan, dan berbagai bentuk penderitaan. Sesungguhnya, semakin dalam orang menyadari penderitaan batin, semakin besar pintu pembebasan terbuka, asal orang mampu menyentuhnya dengan cara yang tepat.

Menyentuh Penderitaan

Kita bisa menyentuh penderitaan batin dengan melihat fakta bahwa hidup pada hakekatnya adalah penderitaan. Akar dari penderitaan adalah keinginan atau kelekatan. Penderitaan muncul bukan hanya ketika hasrat tidak terpuaskan, tetapi juga ketika hasrat terpuaskan dan batin melekatinya. Semakin besar rasa kepuasan, semakin kuat potensi kelekatan yang ditimbulkan, dan semakin besar pula penderitaan yang dihasilkan. Apa yang tampak indah, mempesona, membawa nikmat bisa menjadi sumber penderitaan yang berlipat-lipat ketika batin melekatinya.

Tidak ada manusia yang lolos dari penderitaan sejak dilahirkan. Ketika penderitaan datang, orang bisa dibuat lumpuh karenanya. Orang sering kali mengatakan, “Aku sangat menderita. Mengapa aku harus menanggung penderitaan seperti ini? Mengapa aku menderita, sementara orang lain (liyan) hidup enak?” Orang berpikir hanya dirinyalah yang menderita sementara liyan tidak atau dirinya menderita lebih berat dibanding liyan.

Kenyataannya, semua orang menderita. Saat ini pula banyak orang di seluruh dunia merasakan penderitaan yang sama persis seperti yang Anda derita. Bukankah dengan membuka mata batin dan melihat fakta bahwa bukan hanya diri Anda sajalah yang menderita, tetapi juga banyak liyan pada saat yang sama menderita seperti Anda, membuat Anda merasa tidak sendirian?

Melihat fakta bahwa banyak liyan menderita pada saat yang sama seperti Anda membuat batin agak ringan dalam menanggung beban. Tetapi penderitaan belum akan berhenti kalau Anda masih berpikir bahwa Anda memiliki penderitaan, “Penderitaan ini adalah milikku.”

Penderitaan Anda sesungguhnya sama persis dengan penderitaan saya dan penderitaan liyan. Penderitaan tidak memiliki tuan. Ia bukan milik Anda, bukan milik saya, bukan milik liyan. Penderitaan adalah penderitaan. Ia adalah fakta universal yang mendera siapa saja.

Seperti halnya tidak ada orang yang tidak lolos dari penderitaan, begitu pula tidak ada orang yang tidak ingin bebas dari penderitaan. “Aku lelah menderita. Aku ingin bebas dari penderitaan.” Seperti Anda, banyak orang juga bermimpi bebas dari penderitaan. Namun demikian, penderitaan belum akan berakhir hanya dengan memiliki mimpi atau membangun niat untuk bebas dari penderitaan. Hasrat yang besar untuk bebas tidak membuat orang bebas dari penderitaan selama akar penderitaan itu sendiri tidak terpahami.

Penderitaan masih terus akan berlanjut selama masih ada paham adanya si aku sebagai entitas lain di luar penderitaan, entah si aku yang menderita atau si aku yang ingin bebas dari penderitaan. Sesungguhnya, apakah ada si aku sebagai entitas lain yang terpisah dari penderitaan? Bukankah si aku tidak terpisah dari penderitaan atau si aku itu tidak lain adalah penderitaan itu sendiri? Bisakah melihat tidak ada lagi “penderitaanku”; yang ada hanya “penderitaan sebagai penderitaan”?

Selama masih ada si aku yang terpisah dari penderitaan, maka ada diri yang merasa menderita dan ada diri yang bergulat melawan derita. Ketika si aku tidak ada, bukankah penderitaan tidak lagi mengganggu Anda atau penderitaan itu lenyap? Dan ketika penderitaan berakhir, apa yang Anda lihat? Bukankah cinta dan welas asih terlahir?

Membangkitkan Welas Asih

Orang yang menderita tidak mungkin bisa mencinta. Cinta hanya mungkin terlahir ketika penderitaan tidak lagi ada. Ketika cinta ini menyentuh penderitaan liyan dan menolong liyan terbebas dari penderitaan, maka cinta ini disebut dengan welas asih.

Welas asih berbeda dari rasa kasihan, sebab rasa kasihan bersumber dari rasa takut, rasa superior, atau rasa diri sebagai yang berbeda dari liyan. Tindakan yang muncul dari rasa kasihan tidak mengurangi penderitaan liyan. Agar beban penderitaan liyan terasa berkurang atau untuk membantu liyan terbebas dari penderitaan, welas asih perlu dibangkitkan.

Kita bisa berlatih membangkitkan welas asih dengan menyentuh penderitaan liyan, entah mereka yang kita cintai atau mereka yang kita benci.  Kita juga bisa berlatih menyentuh bentuk-bentuk penderitaan yang mendera lebih banyak orang pada saat yang bersamaan. Misalnya, penderitaan rakyat akibat korupsi, perampokan sumber daya, derai air mata rakyat kecil akibat pemiskinan, kesusahan hati akibat ketidakadilan, ketakutan dan ketidaknyamanan akibat kekerasan dalam hidup bersama, hutan gunung sawah lautan yang merana akibat pembakaran, pembalakan, dan pencemaran. Mulailah dari lingkaran yang paling dekat dan kembangkan lebih jauh keluar menjangkau seluas dunia tanpa batas.

Sentuhlah dengan kesadaran Anda. Sentuhlah penderitaannya. Semakin dalam dan luasnya penderitaan manusia dan kerusakan bumi yang kita sentuh, semakin besar energy cinta dan welas asih dibangkitkan. Semakin besar energy cinta dan welas asih, semakin kuat dorongan untuk membebaskan sesama dan bumi dari penderitaan dan kehancuran.

Semoga lebih banyak makhluk berbahagia dengan sentuhan kesadaran Anda. Semoga lebih banyak makhluk bebas dari penderitaan karena cinta dan welas asih.*
 ·  · Sha

Saturday, August 13, 2011

Tasawuf dan Makrifat

TASAWUF DAN MAKRIFAT


1. Pengertian

"Ma'rifat" dalam bahasa berarti tahu atau kenal, ilmu atau pengetahuan, diambil dari bahasa Arab 'arafa. Dalam artian umum, ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Dalam tasawuf, makrifat berarti mengetahui Allah SWT dari dekat, yaitu pengetahuan dengan hati sanubari.
Dengan makrifat seorang sufi lewat hati sanubarinya, dapat "melihat" Tuhan Allah SWT. Para sufi mengatakan, "kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah SWT. Makrifat itu merupakan cermin. Jika seorang sufi melihat ke cermin, maka yang akan dilihatnya hanya Allah SWT. Yang dilihat orang arif sewaktu tidur maupun bangun hanya Allah SWT".

Pengetahuan dalam bentuk makrifat merupakan pengetahuan yang langsung ada pada Allah SWT, yang dianugerahkan-Nya kepada mereka yang diberi kemampuan menerimanya. Makrifat merupakan cahaya yang memancar ke dalam hati, menguasai daya yang ada dalam diri manusia dengan sinarnya yang menyilaukan. Menurut para Sufi seperti yang dikemukakan oleh seoran sufi, Abu Bakar Al Kalabazi, bahwa Allah SWT lah yang membuat manusia mengenal diri-Nya. (Ensiklopedi Islam 3, 1994 :130).
Tentang "cahaya" ini bisa dilihat di dalam Al Quran surat An Nuur, Al Hadid 9-19, dan beberapa surat lainnya.Intinya makrifat adalah perolehan "cahaya" yang disebutkan pada ayat2 Al Quran tersebut, dimana cahaya ini tidak diberikan kepada mereka yg tidak tertarik dan berusaha mencari tuk mendapatkannya. Dan "cahaya" ini haya bisa dilihat lewat hati sanubari / qolbun salim.


2. Hubungan Tasawuf dengan Ma'rifat

Makrifat kadang-kadang dipandang sebagai maqom/level tingkatan ruhani dan terkadang dipandang sebagai haal/kwalitas ruhani. Antara makrifat dan mahabbah ada kesamaan dan ada perbedaan. Persamaannya keduanya menggambarkan keadaan dekatnya seorang sufi dengan Tuhan. Perbedaannya mahabbah menggambarkan hubungan dalam bentuk cinta, sedangkan makrifat menggambarkan hubungan dalam bentuk pengetahuan dengan hati sanubari.

Sabda Rasulullah SAW,
Artinya : Siapa yang mengenal dirinya, sesungguhnya dia dapat mengenal Tuhannya.
Zunnun Al-Mishry berkata,
Artinya : Aku kenal Tuhanku dengan Tuhanku juga, kalau tidak dengan Tuhanku aku tidak mengenal Tuhanku. (Al Qusyairi : 315).
Menurut Zunnun tokoh utama dan pencetus paham makrifat berpendapat, bahwa pengetahuan tentang Tuhan Allah itu terbagi tiga, yaitu pengetahuan orang awam, pengetahuan ulama dan pengetahuan orang arif.

Pengetahuan orang awam tentang Allah pada dasarnya adalah pengetahuan yang diterima dari ajaran agama tanpa memerlukan pembuktian melalui logika. Pengetahuan tentang Tuhan diperoleh dengan perantaraan ucapan dua kalimat syahadat. Pengetahuan ulama mementingkan dalil dan logika. Baik pengetahuan orang awam maupun pengetahuan ulama tentang Allah disebut sebagai ilmu, bukan makrifat. Pengetahuan dalam bentuk makrifat menurut Zunnun, adalah pengetahuan tentang Allah di kalangan kaum sufi yang dapat melihat Allah dengan hati sanubarinya. Makrifat ini adalah anugerah Allah kepada kaum sufi yang telah dengan ikhlas beribadat dan sungguh-sungguh mencintai dan mengenal Allah. Dengan keikhlasan ibadat itulah, maka Allah menyingkapkan tabir (kasysyaf) dari pandangan sufi untuk dapat menerima cahaya yang dipancarkan oleh Allah SWT. Dalam keadaan demikian, sufi dapat melihat keindahan Allah yang abadi dan mengetahui keesaan-Nya.

Dalam tasawuf terdapat komunikasi dua arah. Di satu pihak sufi berusaha keras mendekatkan diri dari bawah, sedangkan di lain pihak Allah dari atas menurunkan rahmat-Nya. Ketika berlangsung komunikasi dua arah dalam bentuk makrifat, pengaruh akal dan penglihatan mata hilang, karena yang disaksikan seorang sufi hanyalah yang hakiki yaitu Allah melalui hati sanubari.

Al Qusyayri mengatakan ada tiga alat dalam tubuh manusia yang digunakan sufi untuk berhubungan dengan Allah SWT.
a. Qalbu (Qalb, the heart) untuk mengetahui sifat Tuhan.
b. Roh (Ruh, the spirit) untuk mencintai Tuhan.
c. Sir (Sirr, hati sanubari, inmost ground of the soul) untuk melihat Tuhan.

Dari ketiga alat tersebut, Sir merupakan alat yang peka dan lebih halus dari roh apalagi kalbu. Sir merupakan alat yang digunakan oleh sufi untuk memperoleh makrifat. Oleh sebab sir bertempat pada roh dan roh bertempat pada kalbu, maka sir timbul serta dapat menerima makrifat dari Allah SWT, di kala roh dan kalbu telah suci dan kosong dari segala sesuatu yang dapat mengganggunya. Tibalah saatnya bagi sufi ketika itu menangkap cahaya Tuhan yang diturunkannya. Kalbu tak ubahnya sebagai kaca, jika senantiasa bersih akan mempunyai daya tangkap sir yang benar, untuk memperoleh cahaya cemerlang yang dipancarkan Allah SWT. Apabila cahaya cemerlang itu diperoleh, di kala itulah sufi bertemu dengan zat maha tinggi. Pertemuan dengan Allah, itulah puncak kebahagiaan.

Walaupun makrifat dapat menyingkapkan rahasia-rahasia Allah kepada seorang sufi, namun makrifat yang penuh tidak mungkin dapat dicapai oleh manusia, lantaran keterbatasan manusia itu sendiri, disamping kemutlakan Allah SWT. Al Junaid mengatakan dalam hal ini, "Cangkir teh tak akan bisa menampung semua air yang ada di laut". Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun seorang sufi berusaha secara kontinyu untuk memeproleh makrifat, tidak mungkin ia memperolehnya dalam arti yang penuh dan sempurna, sehingga semua rahasia hakikat ketuhanan dapat diketahuinya.
Setelah makrifat itu dicapai, tujuan dan pengaruhnya dapat diterapkan dalam kehidupan. Zunnun mengatakan bahwa makrifat mempunyai jangkauan atau tujuan moral yakni nilai kemanusiaan seoptimalnya yang harus berhiaskan akhlak Allah SWT( ).
Pergaulan orang arif bila telah sampai ke tingkat ini bagaikan pergaulan dengan Allah SWT. Siti Aisyah waktu ditanya tentang akhlak Rasulullah menjawab bahwa akhlak Rasulullah adalah Al Qur'an.

Menurut Zunnun ada tiga tanda orang arif :
a. Cahaya makrifatnya tidak memadamkan cahaya kerendahan hatinya.
b. Tidak mengakui secara batiniah, ilmu yang bertentangan dengan hukum lahiriah (hukum syari'at)
c. Nikmat Allah SWT yang banyak itu tidak menggiringnya untuk melanggar larangan Allah SWT.

Tanda-tanda tersebut pada hakikatnya mengacu kepada profil seorang sufi yang memiliki akhlak tinggi yaitu akhlak ilahiyah.

Paham makrifat yang dikemukakan Zunnun itu diterima oleh Al Ghazali, sehingga mendapat pengakuan di kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, karena Al Ghazali adalah salah seorang figur yang sangat berpengaruh di kalangan mereka. Al Ghazali-lah yang membuat tasawuf menurut pola pikir tersebut menjadi halal dan dapat diterima oleh kaum syariat. Al Ghazali mengatakan, "Makrifat adalah mengetahui rahasia-rahasia Allah SWT dan mengetahui peraturan-peraturan-Nya tentang segala yang ada". Al Ghazali mengatakan, "Alat seorang sufi mendapatkan makrifat adalah kalbu, bukan panca indera atau akal. Pengetahuan yang diperoleh kalbu lebih benar daripada pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Jalan untuk memperoleh kebenaran adalah tasawuf (makrifat dan bukan falsafah). Al Ghazali mengatakan makrifat juga berarti memandang kepada wajah Allah SWT ( ).

Selanjut-nya dia mengemukakan bahwa makrifat mengandung tujuan moral, kebahagiaan, cinta kepada Allah SWT dan fana di dalamnya. Jalan yang ditempuh kaum sufi mengandung tujuan meningkatkan akhlak terpuji melalui latihan jiwa, dan juga bertujuan mengganti akhlak tercela menjadi akhlak yang terpuji. Dengan kata lain, tujuan makrifat menurut Al Ghazali sejalan dengan tujuan makrifat menurut Zunnun, yakni mengacu pada moral ilahiyah.
Untuk dapat ma'rifat kepada Allah, haruslah melalui mujahadah, perjuangan yang sungguh-sungguh dan terus menerus melaksanakan jalan menuju Allah itu.

Firman Allah SWT :
Artinya : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridlaan) Kami sungguh akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami (Q.S. Al Ankabut 29 : 69).

Orang-orang yang berjalan menuju Allah, ibarat jarum-jarum menuju gumpalan besi berani. Getaran magnit besi berani itulah yang lebih berperan sesungguhnya untuk mendekat, dibandingkan usaha jarum itu sendiri.

Sabda Rasulullah SAW (Hadis Qudsi),
Artinya : Aku sesuai dengan dugaan hamba-Ku kepada-Ku dan Aku bersama dengannya. Ketika dia ingat kepada-Ku di dalam hatinya, Aku pun ingat pula kepadanya di dalam hati-Ku, dan jika dia ingat kepada-Ku dalam lingkungan khalayak ramai, Aku pun ingat kepadanya pada khalayak yang lebih baik. Dan jika dia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka aku pun mendekat pula kepadanya sehasta, dan jika dia mendekat kepada-Ku sehasta niscaya Aku mendekat kepadanya sedepa, dan jika dia datang kepada-Ku berjalan maka Aku mendatanginya sambil berlari. (H.R. Bukhari Muslim).

Setelah dekat bahkan lengket dengan besi berani, si jarum tidak sadarkan diri dan tidak berfungsi sama sekali. Dalam keadaan demikian si jarum tidak menjadi besi berani, begitu pula sebaliknya. Begitulah orang yang 'arif billah menggambarkan keadaan orang yang fana' fillah.

Prof. Dr. H. Kadirun Yahya mengatakan, perumpamaan orang arif yang sedang fana' fillah, ibarat besi panas. Besi luluh dan lebur bersama api. Tidak dapat dibedakan mana yang besi mana yang api. Besi tidak panas, karenanya tidak membakar. Yang panas tetap api dan apilah yang membakar. Tapi karena begitu berhampirannya besi dengan api, sehingga tidak dapat dibedakan mana yang besi dan mana pula yang api. Walaupun demikian besi tidak akan jadi api dan sebaliknya. Begitu pulalah halnya orang 'arif atau mursyid tidak akan jadi Allah dan sebaliknya. Yang memberi bekas - keramat misalnya - tetap Allah. Orang 'arif atau mursyid menyalurkan wasilah, getaran, power tak terhingga ( ) yang langsung dari Allah SWT, melalui kekasih-Nya, wali-wali Allah, orang 'arif, atau mursyid.

Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya menggambarkan hal yang sama, seperti strum listrik dengan kabel. Strum listrik bukan kabel dan sebaliknya. Strum tidak akan jadi kabel dan sebaliknya. Yang memberi bekas adalah tetap strum yang datang dan bersumber dari dinamo sentral listrik. Rumusan beliau ini berdasarkan firman afaki yang dikelola berdasarkan iptek dikonfirmasikan dengan firman kitabi, kemudian diaktualisasikan sehingga menjadi kenyataan melalui uji coba berpuluh-puluh tahun.
As Syekh Al Qusyayri memulai untuk menjelaskan tentang ma'rifah ini dengan mengemukakan Q.S. Al An'am 6 : 91.

Firman Allah SWT,
Artinya : Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya (Q.S. Al An'am 6 : 91).
Dalam kitab-kitab tafsir tertulis ayat ini berarti,
Artinya : Mereka tidak mengenal Allah sebagaimana seharusnya Dia dikenal.

Sabda Rasulullah SAW,
Artinya : Diriwayatkan oleh Aisyah r.a. bahwa Nabi bersabda "Landasan sebuah rumah adalah pondasinya. Landasan agama adalah pengenalan langsung terhadap Allah" (H.R. Ad Dailani)

Di kalangan sufi, ma'rifat adalah sifat dari orang yang mengenal Allah SWT dengan nama-nama serta sifat-sifat-Nya, dan berlaku tulus kepada Allah SWT dengan perbuatan-perbuatan-Nya, yang lalu mensucikan dirinya dari sifat-sifat yang rendah dengan segala cacatnya. Kemudian dia berdiri lama di depan pintu, kemudian dia senantiasa mengundurkan hatinya dari hal-hal duniawiyah yang rendah. Setelah itu dia menikmati kedekatan dengan Allah dengan segala keindahannya dan mengukuhkan ketulusannya dalam semua keadaan terhadap Allah. (Al Qusyayri : 311-312).

Dalam buku-buku tasawuf kita jumpai kalimat-kalimat yang terjalin menegaskan keeratan hubungan antara syariat, tarikat, hakikat dan makrifat itu.
Sabda Rasulullah SAW yang maksudnya, "Syariat itu perkataanku, tarikat itu perbuatanku, hakikat itu ialah pengetahuanku dan makrifat itu adalah keadaanku".


Monday, August 1, 2011

Langsung, apa ada nya, tak ada subyek maupun obyek, tak ada konsep.

THE BOOK OF LIFE (01/04) Hanya Ada Keinginan
Friday, July 29, 2011 at 11:02pm
Tidak ada entitas yang terpisah dari keinginan; yang ada hanyalah keinginan, tidak ada diri yang ingin.
 Keinginan mengenakan berbagai topeng pada berbagai waktu, tergantung dari minatnya.
 Ingatan akan berbagai minat ini bertemu dengan apa yang baru, yang menghasilkan konflik, lalu lahirlah si pemilih, menegakkan dirinya sebagai entitas yang terpisah dan berbeda dari keinginan. Tetapi entitas itu tidak berbeda dari kualitas-kualitasnya.
 Entitas yang mencoba mengisi atau melarikan diri dari kehampaan, ketaktuntasan, kesepian, tidak berbeda dari apa yang ingin dihindarinya: dia adalah sifatnya. Ia tidak bisa lari dari dirinya sendiri; yang dapat dilakukannya adalah memahami dirinya sendiri.
 Ia adalah kesepiannya, kehampaannya; dan selama ia menganggapnya berada terpisah dari dirinya, ia berada dalam ilusi dan konflik tak berkeputusan. 
Bila ia mengalami langsung bahwa dirinya adalah kesepiannya, barulah mungkin terdapat kebebasan dari ketakutan. Ketakutan hanya ada dalam kaitan dengan sebuah gagasan, dan gagasan adalah response ingatan sebagai pikiran.
 Pikiran adalah hasil dari pengalaman; dan sekalipun ia bisa merenungkan kehampaan, mengalami perasaan tentang kehampaan, ia tidak bisa mengetahui kehampaan secara langsung. 

Kata ‘kesepian’, dengan ingatannya akan kepedihan dan ketakutan, menghalangi kita untuk mengalaminya secara baru. Kata adalah ingatan, dan kata tidak lagi bermakna, maka hubungan antara orang yang mengalami dan apa yang dialami menjadi lain sama sekali; maka hubungan itu adalah langsung, bukan melalui sebuah kata, melalui ingatan; maka orang yang mengalami adalah pengalamannya, dan hanya itu yang menghasilkan kebebasan dari ketakutan. 

Pengetahuan murni bukanlah kumpulan-kumpulan informasi, bukanlah kumpulan tulisan dan kata, juga bukan kumpulan-kumpulan ingatan; melainkan pemahaman langsung pada apa yang terjadi saat ini yang bukan merupakan gagasan maupun cara pandang.

Cinta yang tulus menyeluruh adalah cinta yang membahagiakan

Mencintai, adalah menyeluruh bukan sebagian

1 Agustus 2011..

adalah tepat 28 taun yang lalu orang-orang yang paling berarti dalam hidupku mengikatkan janjinya satu sama lain
Sebuah janji yang teramat kokoh, hingga hanya setara dengan dua janji besar dalam kitab
Janji yang Ia percaya kejujurannya
Hingga Ia titipkan kami pada mereka

adalah kisah cinta yang sempurna tiap kali aku memandang keduanya
Tidak menggebu-gebu, namun indah dalam ketenangan yang harmonis
Dua buah kepribadian yang semula bertolak belakang
Alih-alih menjatuhkan, justru saling menyempurnakan


Apakah cerita cinta yang ideal?
Tidak..
Semakin dewasa, semakin kutahu kisah itu tidak seperti dongeng
yang hanya duduk berdampingan lalu berbahagia sampai akhir hayat

Lambat laun aku mengerti, bahwa cinta itu mereka perjuangkan
Bukan hanya sejak dari benih mulanya, tapi setiap detiknya sampai saat ini
Dan dari sanalah aku akhirnya mengetahui
Apa makna cahaya di mata keduanya tiap kali tertawa melempar canda

Mencintai, adalah menyeluruh bukan sebagian
Ketidaksempurnaan adalah keindahan yang berbeda bentuk
Saling belajar seiring waktu untuk menggenggam makna cinta yang sama
Cinta dengan pemahaman, dukungan, dan pengampunan
nasihat yang selalu mereka sampaikan tanpa perlu seucap kata

Ah, betapa aku menyayangi dan mencintai mereka...
dan betapa inginnya aku berterima kasih atas cinta mereka

Happy Anniversary mam dan bap..
Semoga jalinan cinta itu selalu kokoh
dalam kesucian dan kebaikan dunia akhirat
Semoga segala yang terbaik dariNya selalu menaungimu berdua
dalam kebahagiaan dan kebarokahanNya
Doakan, agar kami bisa mengikuti jejak kalian kelak :)

Amin.

Tuesday, September 28, 2010

Masalah bukanlah Masalah

Masalah bukanlah masalah jika tidak dipermasalahkan.
Masalah bukanlah masalah, tp cara kita memandangnya itulah masalah yg sebenarnya.
Masalah ada bukan untuk melemahkan kita tapi justru utk mendewasakan dan menguatkan kita.
Masalah itu seperti api yg memanaskan emas, semakin panas apinya semakin murni emasnya.
Masalah adalah salah satu bukti bahwa kita hidup, karena hanya org yg mati yg tidak punya masalah.
Masalah adalah jalan utama menuju kebijaksanaan, karena kebijaksanaan tidak akan terbukti tanpa masalah.
Masalah merupakan jalan tercepat menuju kesuksesan.
Masalah merupakan guru terbaik yg pernah ada dalam kehidupan.
Masalah itu ibarat sebuah pertandingan, kita harus memenangkannya sebelum mendapatkan hadiahnya.
Masalah adalah alat yg diijinkan Tuhan utk menguji iman kita.

Jadi jangan takut jika kita menemui masalah, hadapilah masalah kita ... jangan lari darinya.
TETAPI ... jika kita merasa selalu ada masalah dimanapun kita berada,
bisa jadi itu tandanya Tuhan sedang menunjukkan bahwa kita keras kepala dan keras hati! ^^

Monday, September 27, 2010

You are A Self, Be Your Self

 by: Stephanie Dowrick (Positive Thoughts)




by Mien Rochaeni on Friday, July 9, 2010 at 8:22am


Thirty years ago , I learned from my training ,and have never forgotten:

You have a body.You are not your body.

You have feelings.You are not your feelings.

You have desires.You are not your desires.

You have a mind.You are not your mind.

You have beliefs and attitudes.You are not your beliefs and attitudes.

Who are you ?

You are a Self , observing all these realms,acting through them , but also distinct from them.

You are a Self.You have a metaphysical existence.

''The experience of Self'', wrote Jungian analyst Marie-Louise von Franz ,
 ''brings a feeling of standing on solid ground inside oneself, on a patch of eternity , 
which even physical death cannot touch."

You are A Self

Be Your Self